logo

on . Hits: 45936

Asas Pasif dan Aktif Hakim Perdata serta Relevansinya
dalam Konsep Kebenaran Formal

Oleh : Nely Sama Kamalia, S.H.I., M.H
Pengadilan Agama Rumbia

 

Pendahuluan

Prinsip hakim pasif atau aktif masih menjadi pro dan kontra di kalangan hakim dan praktisi hukum sampai sekarang. M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa prinsip yang dianut sejak awal adalah prinsip pasif sedangkan prinsip aktif adalah prinsip baru yang muncul sebagai upaya menantang prinsip pasif sebelumnya.1 Federal Court Australia telah meninggalkan prinsip pasif Sejak tujuh belas tahun yang lalu. Hakim FCA tidak hanya diam mendengar pihak yang bersengketa di persidangan, tapi ia aktif mengendalikan persidangan sehingga perkara dapat segera diselesaikan. Hakim pun aktif mendorong para pihak agar dapat mengakhiri sengketa dengan damai.2

Secara eksplisit normatif dalam HIR, RBG, RV tidak menyebut istilah hakim pasif aktif. Dalam hukum acara perdata kedudukan hakim bersifat pasif hanya dianut oleh Rv yang berlaku untuk golongan Eropa yang sekarang sudah tidak beraku lagi namun masih di pakai hakim di Indonesia. Dalam sistem ini hakim hanya mengawasi jalannya persidangan agar para pihak bertindak sesuai dengan hukum acara. Ada 2 alasan mengapa hakim bersifat pasif karena Rv menetapkan semua tahap pemeriksaan harus dilakukan secara tertulis (schriftelijke procedur). Karena dalam beracara para pihak wajib didampingi oleh penasehat hukum (procedure stelling). 3

Sistem HIR dan RBG dianggap menerapkan asas hakim aktif. Di dalamnya tersirat pengejawantehan prinsip hakim aktif. Berbeda halnya dengan R.v yang menganut asas hakim bersifat pasif. Peran hakim dalam persidangan menurut R,v sangat terbatas. R.v saat ini hanya dipakai sebagaimana pedoman saja karena sudah tidak berlaku sebagaimana mestinya.

Secara normatif empiris prisip hakim pasif dan aktif sama sama dipakai dalam persidangan hakim perdata. Namun bukan berarti hubungan keduanya bersifat komplementer. Keduanya bersifat fundamental yang memiliki fungsinya masing-masing.

Kebanyakan prinsip umum yang masyhur di kalangan praktisi maupun akademi adalah hukum perdata hanya berprinsip apada asa hakim pasif hal ini karena hukum privat mengatur kepentingan antar individu yang mempunyai batasan perseorangan. Oleh karena itu, sangat logis jika hakim mencerminkan sikap pasif, baik pada saat menunggu datangnya perkara yang diajukan padanya maupun bersikap pasif dalam hal menentukan batasan tentang perkaranya. Hanya pihak pencari keadilan yang mengetahui tujuan yang ingin mereka capai dalam penyelesaian mereka.

Sejak perkara diserahkan hakim menjunjung nilai impartiality dan kebijaksanaan sebagai seorang ahli dalam penyelesaian sengketa hukum, harus memastikan agar para pencari keadilan mampu menyelesaikan sengketa secara efektif dan mengakomodir lebih banyak hasrat keadilan bagi keduanya. Disinilah hakim harus bersifat aktif jika para pihak sudah menyerahkan perkara sengketa mereka pada hakim. Jika para pihak sudah menyerahkan kepada Hakim, mereka seharusnya menyadari bahwa hakim adalah orang yang paham dan ia telah dipercaya untuk memutus sengketa antar keduanya.

Tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya dan berkewajiban membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan. Hakim di dalam menyelesaikan perkara perdata berkewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hakim wajib mengadili menurut hukum, karena hal tersebut sebagai kendali atas asas kebebasan Hakim sebab tanpa adanya kewajiban mengadili menurut hukum, Hakim dengan berlindung atas nama kebebasan hakim dapat bertindak sewenang wenang dalam menjatuhkan putusan, sedangkan setiap putusan Hakim harus dianggap benar dan dihormati (Res judicata provaritate Habitur). Tugas hakim dalam perkara perdata adalah menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar benar ada atau tidak.

Batas hakim untuk aktif dan pasif dalam menerapkan asas peradilan yaitu memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak dalam memperjuangkan hak haknya atau mengadili dengan dengan tidk membedakan asal 4 ayat 1 UU. No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, membatu para pihak untuk mengatasi segala hambatan demi tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 4 ayat 2 UU. No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.


Berdasarkan pada sistem HIR dan RBG, Hakim diperbolehkan untuk bersikap aktif di dalam menyelesaikan perkata perdata, namun dalam sikap aktif tersebut ada batasan yang tidak boleh dilakukan oleh hakim, hal ini berbeda dengan Rv yang mengharuskan hakim bersifat pasif. Untuk itu menjadi menarik untuk mengadakan kajian intensif terhadap dinamika kontradiksi penerapan kedua prinsip dalam praktek hukum acara perdata.

 

Untuk artikel selengkapnya, silakan dapat mengunduh dokumen berikut di bawah ini :

File Artikel

Add comment


Security code
Refresh

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Rumbia

🏢 : Jl. Poros Bombana - Kendari Desa Lantowua, Kec. Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. 93771
📠 : (0401) 3088873
📱 : 0821-3336-2051
📥 : [email protected]
🎥 : Pengadilan Agama Rumbia
 : pa-rumbia.go.id

Sosial Media